Kamis, 10 November 2011

sex dalam ajaran katolik

Seks bebas dapat diartikan sebagai hubungan intim sepasang manusia untuk memenuhi kepuasan seksual yang dilakukan diluar hubungan yang sah (pernikahan). Perilaku seks bebas di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya budaya asing yang tidak terfilter dengan baik. Revolusi seks yang mencuat di Amerika Serikat dan Eropa pada akhir tahun 1960-an sudah merambah masuk ke negeri kita tercinta ini melalui piranti teknologi informasi dan sarana-sarana hiburan lainnya yang semakin canggih. Sekarang, untuk mendapatkan video, gambar dan cerita-cerita tentang seks dan pornografi lainnya sangat mudah, dengan mengunjungi situs-situs di internet yang menyediakan informasi-informasi tersebut seseorang dapat dengan mudah mendapatkannya. Gambar-gambar porno yang mempengaruhi terjadinya perilaku free seks juga disediakan oleh para penjual kaset dan video. Sarana-sarana informasi tersebut yang mempengaruhi maraknya kasus-kasus free seks di Indonesia.

2.2 Seks Bebas di Indonesia Saat Ini

Sejauh ini tercatat banyak kasus free seks di Indonesia yang sebagian besar pelakunya adalah remaja. Berdasarkan hasil penelitian di lima kota di Tanah Air, 16,35% dari 1.388 responden dari kalangan remaja mengaku telah melakukan hubungan seks di luar nikah atau seks bebas. Sebanyak 42,5% responden di Kupang, NTT (Nusa Tenggara Timur), melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pasangannya, sedangkan 17% responden di Palembang, Sumatera Selatan dan Tasikmalaya, Jawa Barat, mengaku juga melakukan tindakan yang sama.
Di Singkawang, Kalimantan Barat, 9% remaja responden melakukan seks bebas dan 6,7% responden di Cirebon, Jawa Barat, juga termasuk penganut seks bebas.


2.3 Ajaran Gereja Katolik Mengenai Hubungan Seks Di Luar Nikah

2.3.1 Ajaran Alkitab

Seks melambangkan hubungan antar pribadi yang paling intim dan mengekspresikan penyatuan ‘satu daging’ berdasarkan komitmen total. Maka dari itu, seks tidak boleh dilakukan dalam satu hubungan biasa yang hanya berlandaskan kesenangan. Penyatuan dalam hubungan semacam itu merupakan tindakan amoral.

Hubungan seks diluar nikah adalah masalah yang serius karena membawa pengaruh yang lebih dalam dari dosa-dosa yang lain. Seperti yang rasul Paulus nyatakan :”Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi diluar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri” (I Kor 6:18). Sebagian orang berpendapat bahwa minuman beralkohol juga berpengaruh terhadap diri seseorang. Tetapi pengaruhnya tidak bersifat permanen seperti yang ditimbulkan oleh dosa seksual.

Ini bukan berarti bahwa dosa seksual tidak bisa diampuni. Kitab suci mengatakan bahwa jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan ‘menyucikan kita dari segala kejahatan.’ (I Yoh 1:9) Ketika Daud bertobat karena telah melakukan perzinahan dan pembunuhan, Tuhan memaafkannya. (lihat Mazmur 32 dan 51).



2.3.1 Ajaran Moral Gereja Katolik

Moral katolik menilai bahwa hubungan seksual di luar nikah (seks bebas) pada kalangan remaja itu jelas tidak tepat dan karena itu dilarang. Karena persetubuhan di luar nikah itu sungguh tidak didasari oleh kualitas relasi yang mendalam. Relasi mereka sangat dangkal mereka hanya ingin mencari kenikmatan saja.

Dengan demikian relasi mereka hanya relasi subyek dengan obyek pemuas nafsu. Itu berarti bahwa persetubuhan itu benar-benar merendahkan martabat kemanusiaan mereka sendiri. Dengan sendirinya tindakan itu harus dilarang. Karena persetubuhan adalah tindakan integral pria dan wanita. Persetubuhan adalah ungkapan penyerahan total seorang pria kepada wanita dan seorang wanita kepada pria. Maka bukan hanya badan yang menyatu dalam persetubuhan melainkan seluruh diri orang.

Keterlibatan integral pribadi manusia dalam persetubuhan ini menunjukan bahwa persetubuhan itu sungguh luhur. Keluhuran persetubuhan mensyaratkan bahwa persetubuhan itu harus dihormati, persetubuhan itu menuntut cinta, kesetiaan, bersifat eksklusif dan untuk selamanya. Karena itulah maka persetubuhan hanya mendapat tempat yang tinggi dalam perkawinan yang sah (Bdk. Persona Humana 7).

Perkawinan katolik yang tak dapat diceraikan memungkinkan pribadi manusia yang memiliki martabat yang luhur itu dihormati. Dan persetubuhan dalam perkawinan memungkinkan pribadi masing-masing dicintai dan di terima secara total.





2.4 Ajaran Gereja Katolik Mengenai Homoseksualitas

Dalam agama Katolik Roma, aktivitas homoseksual adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam dan penuh dosa, sementara keinginan dan nafsu homoseksual adalah suatu kelainan (namun hal ini sendiri belum sepenuhnya dosa). Gereja Katolik Roma menganggap perilaku seksual manusia sebagai sesuatu yang suci, hampir penuh keilahian di dalam intisarinya, ketika dilakukan secara benar. Kegiatan-kegiatan hubungan seksual anal dan homogenital dianggap penuh dosa karena perilaku seksual pada dasarnya ditujukan untuk suatu kesatuan dan penerusan keturunan (meniru kehidupan Trinitas pribadi Tuhan). Gereja juga memahami kebutuhan saling melengkapi antara jenis kelamin yang berbeda untuk menjadi bagian dalam rencana Allah. Tindakan-tindakan seksual sama-jenis tidak sejalan dengan pola rancangan ini:

"Tindak-tanduk homoseksual bertentangan dengan hukum alam. Tindakan-tindakan ini menutup unsur pemberian kehidupan dalam perilaku seksual. Mereka tidak berasal dari sebuah tindakan saling mengisi secara seksual dan secara penuh kesih sayang yang tulus. Di dalam situasi apapun tindakan-tindakan ini tidak bisa disahkan." (KGK par.2357)

Ajaran-ajaran ini tentu saja tidak terbatas pada pembahasan masalah homoseksualitas, namun juga membeentuk dasar filosofi bagi pelarangan Katolik terhadap beberapa kasus, contohnya, seks bebas, semua bentuk perilaku seks yang tidak alami, kontrasepsi, pornografi, hubungan seksual anal dan masturbasi.

Pihak Gereja telah menyatakan bahwa keinginan ataupun ketertarikan homoseksual itu sendiri belum tentu membentuk sebuah dosa. Mereka dikategorikan sebagai sesuatu yang "menyimpang" dalam artian bahwa mereka memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang berdosa (yakni tindakan homoseksual). Namun, pengaruh-pengaruh yang di luar kendali seseorang tidak dianggap sebagai sesuatu yang berdosa baik dalam pengaruh itu sendiri maupun akibat dari pengaruh tersebut. Atas dasar alasan ini, walaupun Gereja menentang secara tegas usaha-usaha untuk mensahkan perilaku seksual sesama jenis kelamin, pihak Gereja juga secara resmi menekankan sikap hormat dan cinta kasih kepada mereka yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Oleh karena itu, Gereja Katolik Roma juga menentang penganiayaan dan kekerasan terhadap kaum lesbian, gay, biseksual dan transeksual:

"Jumlah pria dan wanita yang memiliki kecenderungan homoseksual yang tersimpan di bagian dirinya yang terdalam bukanlah sesuatu yang sepele. Kecenderungan ini, yang secara jujur merupakan suatu penyimpangan, merupakan suatu cobaan berat bagi kebanyakan dari mereka. Mereka harus diterima dengan rasa hormat, kasih, dan dengan kepekaan perasaan. Setiap tanda diskriminasi yang tidak adil dalam hubungannya dengan mereka harus dihindari. Mereka dipanggil untuk memenuhi keinginan Tuhan dalam hidup mereka dan, apabila mereka adalah umat Kristiani, untuk bersatu di dalam pengorbanan Salib Kristus dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang mereka mungkin hadapi karena kondisi mereka ini". (KGK par. 2358)

2.5 Seks Bebas Dalam Kebudayaan Daerah

Dalam berbagai daerah, seks bebas dianggap sebagai sebuah bentuk perzinahan. Dan dalam kebudayaan daerah, ada aturan-aturan adat yang berkaitan dengan seks bebas. Apabila terjadi seks bebas, maka pemuka adat akan menjatuhkan hukuman bagi pelaku seks bebas. Hukumannya bermacam-macam, sesuai aturan adat masing-masing daerah. Biasanya hukuman berupa denda seperti kerbau atau padi, atau hal-hal lainnya. Namun, ada beberapa daerah yang langsung memberikan hukuman berupa pengucilan pelaku dari lingkungan daerah tersebut. Bahkan, ada pula daerah yang menghukum pelaku seks bebas dengan cara mengusirnya langsung atau mengasingkannya dari daerah tempat ia tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels